YUSIDA*
(Sebuah Kisah Nyata dari
penulis Saat SD dan SMP)
Waktu itu engkau duduk disebelah ku, engkau
bercanda dan bergurau . Aku mengharapkan kalau aku adalah pengantin putra dan
engkau adalah pengantin putri, namun engkau hanya bercanda dan tak pernah
berkata serius. Tentunya hal ini membuatku ingin segera pulang dari sekolahan
ini.
Setelah aku pulang kerumah , ku temukan
hal yang aneh, tiba-tiba saja aku merindukan engkau. Begitu juga dengan engkau
yang sama seperti ku, engkau malah menghubungiku lebih dahulu sebelum aku
menghubungimu, engkau berbicara panjang lebar . Hal yang ku ingat waktu itu
adalah engkau berkata”I miss you”. Selanjutnya engkau menutup telepon . Suara
menghilang, aku mulai rindu kepada mu kembali.
Pagi harinya aku berangkat lagi ke
sekolah . Engkau ternyata sudah menungguku di bangku ku paling depan. Engkau
melambai-lambaikan tangan mengundangku.
Engkau mengajakku bercanda seperti
biasanya namun wajahmu berubah merona. Engkau terlihat lebih serius , dan sekarang
aku telah menemukan sikap serius waktu itu juga.
Engkau mengungkapkan semua
rahasia pribadimu……
Pertama engkau mengatakan kalau kakakmu
terkena guna-guna dari mantan pacarnya lalu engkau meminta ku sebuah air do’a .
Engkau tahu kalau ayahku adalah seorang ulama hingga aku bejanji akan memberimu
air do’a yang pastinya sangat manjur.
Kedua engkau mengatakan kalau ayahmu
bercerai dengan ibumu , dan sekarang engkau tinggal bersama ibumu, engkau pun
menangis saat itu juga.
Kemudian engkau bercerita ke masalah inti
. Kata engkau , model adalah sebuah pekerjaan buntu.
Aku memang tahu kalau engkau adalah seorang model belia namun aku tak tahu juga kalau ternyata engkau memilih model
karena paksaan ibumu yang tak mampu membiayai kehidupan nya kecuali darimu, dan
engkau berkata juga kalau engkau adalah tulang punggung keluarga. Maka dari itu
engkau mengatakan kalau hidup sebagai seorang model sangat menyiksa diri , engkau
pun tak punya teman bermain dirumah gara-gara jadwal pemotretan yang sangat
padat dan pastinya prestasi di sekolah mu menurun . Kata engkau , engkau pernah tidak naik kelas gara-gara engkau adalah
seorang model. Padahal jika aku pergi kerumahmu maka yang kulihat adalah piala
yang menghiasi seluruh badan almari didepan ruang tamu, engkau mengatakan pula kalau
piala itu hanya benda mati dan hal itu bukanlah hal yang luar biasa namun hanya
sebuah pajangan yang katamu tak ada artinya, yang engkau inginkan adalah amalan
do’a supaya nilaimu di sekolah membaik dan bisa naik ke kelas enam. Aku hanya
memberimu sebuah amalan yang ringkas , jika orang membacanya maka akan
mendapatkan nilai yang sangat memuaskan, seperti aku yang waktu kelas empat
membacanya dan aku pun mendapatkan nilai yang sangat sempurna karena amalan
do’a tersebut. Dan engkau memintaku memberitahu kan amalan do’a tersebut sebelum orang lain tahu.
Padahal amalan do’a itu hanya berbunyi ”Allahumma sholi ala sayyidina Muhammad”
amalan do’a itu dibaca ketika hendak mengerjakan soal ujian. Dan kebetulan
besok adalah hal yang paling tepat untuk membuktikan nya.
Engkau pun memegang tangan ku dan hanya
mengucapkan terimakasih padaku karena telah memberimu amalan do’a . Lalu engkau meningalkan kelas
kecilku.
Di rumah aku terus membayangkan wajahmu
yang semakin hari semakin manis dan sangat sejuk, setiap malam yang sepi hanya
engkau yang mampu mengobati rasa jenuh ku. Malam itu pun sama .
Pagi hari
jauh berbeda karena hanya di pagi hari lah aku melihatmu secara langsung
didepan mata bahkan sangat dekat sekali. Seminggu setelah engkau memintaku amalan do’a itu kulihat
wajahmu berubah sangat jauh. Wajah yang dahulu aku temukan suka bercanda
berubah menjadi wajah yang sangat sinis dan serius. Jika aku menyapamu maka
engkau hanya acuh tak acuh dan lebih parahnya engkau tak mau bercanda lagi
dengan ku.
Sepulang sekolah aku mengajakmu melihat
bintang yang terang, bintang Scorpio yang aku sukai akan engkau lihat bersamaku
di malam minggu, namun engkau masih menunjukkan sikap yang sinis.
Aku sangat heran akan perubahan yang
engkau curahkan kepadaku, ada apa
gerangan. Hingga akupun menyelidikinya , setelah aku selidiki ternyata
engkau sinis karena sebuah amalan do’a yang pernah aku berikan kepadamu, amalan
do’a itu bukannya memberikan nilai yang sempurna malahan memberimu nilai merah,
kata guru mata bidang menyebutkan kalau nilaimu tak lebih dari angka lima.
Apakah engkau hanya membaca amalan do’a tersebut tanpa disertai sebuah usaha
keras dan belajar. Akupun berusaha meminta maaf atas sikapku yang mungkin membuatmu keberatan namun engkau hanya diam. Aku
bertekad akan melupakan mu selama-lamanya jika waktu itu engkau masih saja
sinis kepadaku, karena engkau tahu sendiri
kalau dalam waktu dekat ini aku sedang sibuk dengan belajar untuk
menghadapi ujian nasional yang akan di selenggarakan pemerintah .
Jika engkau sinis tentunya aku tahu namun
jika engkau tak mau berbicara kepada ku itu adalah hal yang sangat menyakitkan
.
Hari selanjutnya aku benar-benar sangat
binggung akan sikapmu, padahal hari-hari itu adalah hari-hari terakhir ku di
sekolahan , aku berniat akan melanjutkan
sekolah lanjut pertama di luar kota dan sangat jauh dari engkau .
Berkali-kali aku menjelaskan kalau penyesalan akan datang terakhiran.
Aku meminta mu untuk kembali ceria di hari terakhir ku di sekolah.
Waktu itu aku masih ingat ketika engkau
mengajakku ke perpustakaan sendirian, engkau memberiku cokelat dan sebuah kata
maaf dan aku pun menerima nya . Serasa hal terakhir yang sangat mengembirakan
yang pernah aku alami .
Padahal aku tahu kalau
waktu itu baju sekolah ku dan engkau masih berwarna merah dan aku sudah berani mengatakan kalau aku mencintai
mu. Saat itu Kau hendak naik ke kelas
enam dan aku hendak lulus dari sekolahan itu.
Keesokan harinya aku benar-benar telah
berpisah dengan mu. Engkau tahu kalau
aku sangat jauh . Dan mungkin kita tak akan pernah bertemu lagi . Itu lah kata
yang aku ucapkan di senja hari seusai
acara perpisahan sekolah.
Dan benar apa kataku, aku benar-benar
berpisah dengan mu, aku telah pindah ke sekolahan ditingkat pertama, sekolah
lanjut pertama yang bagiku akan aku
lalui tanpa kehadiran seorang yang dulu pernah singgah di dalam hati ku.
Benar apa yang aku katakan , aku
benar-benar melupakan mu bahkan aku sudah berani untuk mencari pengantimu
tetapi tak secantik dirimu, dia sangat pendek darimu namun hanya dia yang pada
hari-hari itu akan mengisi hatiku.
Selain dirimu aku tak punya pengobat
hati jika aku merasa kesepian. Malam itu aku benar-benar sendirian tanpa
engkau. Namun sekali lagi kalau aku sudah melupakanmu.
Ibuku menyuruhku kembali kerumah hingga
aku pun kembali kerumahku yang dulu,
disana adikku menyambutku dengan hangat. Dia berkali-kali mengatakan kalau
engkau dirawat dirumah sakit di Pekalongan, dan rumah sakit itu sangatlah dekat
dengan rumahku waktu itu. Namun berkali-kali juga aku menolaknya bahkan aku
sudah berani berkata kalau masa lalu adalah masa lalu biarlah semuanya berlalu
, toh aku masih punya masa depan.
Hari selanjutnya adikku mengabariku kalau
engkau terus saja memanggilku setiap hari di dalam kamar sebuah rumah sakit.
Namun aku bukanlah aku yang dulu. Aku
adalah aku yang sangat sibuk dengan tugas seorang ketua OSIS di sekolahan
baruku.
Aku pernah mengingatmu , saat itu aku
memberimu foto yang sangat jelek. Dan engkau pernah berjanji suatu saat nanti
giliran engkau yang memberiku foto. Mungkin itulah sebabnya engkau terus saja
memanggilku di rumah sakit, namun aku tetap saja acuh tak acuh bagaikan saat
engkau menerima nilai merah karena sebuah amalan doa dari ku.
Hari berikutnya adikku mengabariku kalau
engkau pindah ke rumah sakit yang lebih jauh, yah engkau dirawat dirumah sakit
di luar kota. Aku sangat malas untuk pergi kesana. Bahkan rasa malas ini tak
kan menyulutkan niat ku untuk mengenangmu.
Adikku terus membujukku agar aku
menjengukmu , adikku berkata kalau engkau terkena penyakit kanker hati yang
sudah sangat parah. Separahnya engkau menderita sebuah penyakit tetap saja
engkau adalah masa lalu ku.
Malam tadi aku tidur kelelahan karena
seharian menata kamar lama ku . Tetapi tiba-tiba saja adikku membangunkan ku,
aku pun bangun tapi seraya memukulnya dengan bantal kecil. Aku mengusirnya dari
pandangan ku. Adikku tetap saja membangunkanku namun aku tetap saja menolak
untuk bangun.
Pagi harinya adikku benar-benar berkata
serius , dia mengatakan kalau engkau sudah tiada untuk selama-lamanya, aku tak
begitu mempercayainya. Bahkan aku mentertawakan ucapan adikku. Setelah lamanya
aku tertawa tiba-tiba saja adikku menangis tersedu-sedu , ia sempat mengutukku
karena kelalaian ku dan kesombonganku, mulailah aku percaya apa yang adikku
katakan mengenai dirimu.
Selanjutnya aku tak berani tertawa lagi ,
aku menangis, aku sudah tak gengsi lagi sebagai lelaki yang lemah, aku menyerah
pada sebuah takdir, aku berlari kencang ke kamar dan menguncinya. Lalu aku
menangis sepuas-puasnya . Sepertinya perlahan-lahan aku mulai mengingat mu ,
lembaran –lembaran waktu dulu mulai membentuk dalam otakku, aku mulai merindukan
sosok yang setiap harinya bercanda
kepadaku namun apa daya aku bukanlah tuhan aku hanya manusia biasa yang setiap
harinya hanya bisa menyesal .
Aku benar-benar tak kuasa untuk
menangis. Berkali-kali aku menyobek
seluruh kertas yang ada didalam kamar, aku pun teringat akan sebuah lagu yang
di nyanyikan oleh peterpan.
“dimalam yang sesunyi ini
aku sendiri tiada yang menemani ,…………..mengapa terjadi kepada diriku aku tak
percaya kau telah tiada harus kah ku pergi tinggalkan dunia agar aku dapat
berjumpa dengan mu……..”
Sekali lagi ini adalah upaya ku untuk
tetap terus menebus semua kesalahanku, ternyata masa lalu adalah masa depan ,
maaf kan aku yusida . Ucapku didepan pusara hangat mu.
Pemalang ,22 juni 2011
*Musa Hasyim ,Siswa Mass Aliyah Tebuireng
Jombang –jln Irian Jaya Po Box 10 PonPes Tebuireng Jombang Jawa Timur
DIterbitkan di Majalah Kaki Langit Horison